Kamis, 16 Januari 2014

Proposal Tesis Kitab Faidh Al-Barakât Kyai Arwani

 

Proposal Tesis Kitab Faidh Al-Barakât Kyai Arwani

20.21  Mremet   

 

Berikut ini adalah Proposal Tesis Kitab Faidh Al-Barakât Kyai Arwani yang berjudul lengkap Kitab Faidh al-Barakât Kyai Arwani (Metodologi Penyusunan Dan Pengajarannya Di Pondok Yanbu' Kudus) semoga proposal tesis berikut ini dapat membantu anda.


BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

 

Dalam diskursus disiplin ulumul qur'an, kajian tentang Qira'ah sab'ah adalah salah satu titik sentral karena erat kaitannya dengan aspek linguistic pengucapan al-Qur'an, sedangkan bangsa arab pra islam dikenal sebagai bangsa yang memiliki pluralitas dialek (lahjah). Urgensitas al-Qur'an diturunkan dengan Sab'ah Ahruf sebagaimana disebutkan dalam banyak hadis Nabi, juga dalam rangka dispensansi (rukhshah) keringanan terhadap umat Islam.

 

Semenjak dakwah islam memasuki wilayah Madinah, Nabi mengajarkan al-Qur'an dengan ragam bacaan yang berbeda-beda. Sebagian sahabat ada yang menerima pengajaran dari Nabi hanya satu huruf, sebagian lagi menerima dua huruf, bahkan tidak sedikit yang menrima sampai lebih dari tiga huruf. System pengajaran Nabi ini terus berlanjut ketika para sahabat telah menyebar ke daerah di luar Jazirah Arab untuk berdakwah. Tidak heran jika kemudian sebagian sahabat mengkroscek bacaannya kepada Nabi, seperti yang terjadi pada Sahabat 'Umar bin al-Khatthâb dan Hisyâm bin Hakîm.

 

Hadis ini diriwayatkan dari Imam al-Bukhâri dan Muslim dari sahabat 'Umar bin al-Khatthâb : 

 

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: «سمعت هشام بن حكيم يقرأ سورة الفرقان في حياة رسول الله صلّى الله عليه وسلم، فاستمعت لقراءته فإذا هو يقرؤها على حروف كثيرة لم يقرئنيها رسول الله صلّى الله عليه وسلم، فكدت أن أساوره في الصلاة ، فانتظرته حتى سلّم، ثم لبّبته بردائه، فقلت: من أقرأك هذه السورة؟ قال: أقرأنيها رسول الله صلّى الله عليه وسلم، قلت له: كذبت، فو الله إنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلم أقرأني هذه السورة التي سمعتك تقرؤها، فانطلقت أقوده إلى رسول الله صلّى الله عليه وسلم، فقلت: يا رسول الله، إني سمعت هذا يقرأ سورة الفرقان على حروف لم تقرئنيها، وأنت أقرأتني سورة الفرقان، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: أرسله يا عمر، اقرأ يا هشام، فقرأ هذه القراءة التي سمعته يقرؤها، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: هكذا أنزلت، ثم قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: اقرأ يا عمر، فقرأت القراءة التي أقرأني رسول الله صلّى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: هكذا أنزلت، ثم قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: «إن هذا القرآن أنزل على سبعة أحرف، فاقرءوا ما تيسر منه»

 

"Dari 'Umar bin al-Khatthâb berkata, aku mendengar Hisyâm bin Hakîm membaca surah al-Furqan semasa Rasulullah masih hidup, maka aku mendengarkan bacaannya, tiba-tiba dia membacanya dengan bacaan huruf-huruf yang banyak yang berbeda dengan apa yang dibacakan rasul kepadaku, maka hampir saja aku menyeretnya ketika masih dalam shalat. Lalu aku menungguinya sampai shalat selesai.  Kemudian aku mencengkram rida'nya dan berkata, "siapa yang mengajarimu membaca surah ini?", Hisyâm menjawab, Rasulullah yang mengajariku. Aku berkata kepadanya, Kamu bohong, demi Allah, Rasul mengajariku membaca surah ini yang tidak sama dengan apa yang aku dengar kamu membacanya. Lalu aku membawanya menghadap kepada Rasulullah. Aku berkata, Hai Rasulullah, aku mendengar orang ini membaca surah al-furqan dengan huruf-huruf tidak seperti bacaan yang engkau ajarkan kepadaku, sedangkan engkau yang mengajariku surah al-Furqan. Kemudian Rasul bersabda, lepaskan hai 'Umar, baca wahai Hisyâm. Lalu dia membacanya seperti bacaan yang aku dengar tadi. Rasul bersabda, demikian inilah surah ini diturunkan. Kemudian rasul bersabda, baca hai 'Umar, lalu aku membacanya seperti bacaan yang diajarkan rasul kepadaku. Kemudian Rasulullah bersabda, demikian inilah surah ini diturunkan. Kemudian Rasulullah bersabda, sesungguhnya al-Qur'an ini diturunkan atas sab'ath ahruf, maka bacalah apa yang mudah darinya menurutmu.

 

Ada lagi riwayat al-Bukhâri dan Muslim yang bersumber dari 'Ibnu 'Abbâs :

 

عن ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال: «قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: «أقرأني جبريل على حرف فراجعته فلم أزل أستزيده ويزيدني حتى انتهى إلى سبعة أحرف» 

 

Dari ibnu 'Abbâs, berkata Rasulullah bersabda, "Jibril membacakan al-Qur'an kepadaku dengan satu satu huruf. Kemudian aku kembali kepadanya dan meminta tambah terus. Lalu ia menambahkan kepadaku sampai aku menyelesaikan tujuh huruf. 

 

Sejarah menuturkan juga bahwa ketika ayat-ayat al-Qur'an diturunkan, Nabi Muhammad beberapa kali meminta malaikat Jibril untuk menambah bacaan al-Qur'an yang diberikan kepadanya. Rasulullah tampak merasa kurang dengan hanya satu bacaan yang disampaikan Jibril, untuk itulah malikat penyampai wahyu ini, melalui petunjuk Allah, menambahkan Qira'at al-Qur'an kepada Nabi. Demikianlah pemaknaan hadis yang diriwayatkan al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Sahihnya masing-masing, yang bersumber dari Ibnu 'Abbâs diatas. Hadis ini menjadi dalil otoritatif yang cukup populer bagi penggiat kajian 'Ulumul Qur'an yang melegitimasi dan sekaligus memberikan informasi yang valid tentang eksistensi Qira'at tujuh dalam disiplin Ulumul Qur'an.

 

Bahkan Abi Ya'la menceritakan dalam Musnad al-Kabîrnya, bahwa 'Usmân bin al-'Affân ketika berlangsungya pelaksanaan penulisan mushaf, beliau berdiri di atas mimbar di hadapan jama'ah kaum muslimin, lalu berkata; "sesungguhnya al-Qur'an diturunkan atas tujuh huruf, semuanya cukup dan memadai". Maka sebagian besar jama'ah berdiri dan memberikan persaksian, sehingga jumlah mereka tidak terhitung. Kemudian 'Usmân berkata; "aku pun bersaksi bersama mereka".

Dalam beberapa riwayat hadis-hadis tentang Sab'ah Ahruf ini, Nabi mengemukakan kepada Allah tentang sebab mengapa ia menyampaikan permintaan penambahan bacaan-bacaan al-Qur'an tersebut, yaitu bahwa umatnya terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dan Umur. Ada yang tidak bisa membaca dan menulis, ada yang sudah tua dan adapula yang masih kecil. Semuanya adalah pembaca al-Qur'an. Jika mereka diharuskan membaca al-Qur'an dengan satu variasi bacaan saja, akan mengalami kesulitan. Padahal al-Qur'an harus disosialisasikan kepada masyarakat.

 

Setelah Nabi Muhammad meninggal, para sahabat nabi melanjutkan tradisi yang telah dirintis oleh Nabi, yaitu mengajarkan al-Qur'an. Ada diantara mereka yang menetap di Madinah dan mekah mengajarkan al-Qur'an pada murid-murid mereka, seperti 'Ubay bin Ka'ab (w. 30 H), 'Usmân bin al-'Affân (w.35H), Zaid bin Tsâbit (w.45H), Abû Hurairah (w.59H), 'Abdullah bin 'Ayyâsy (w.64H), 'Abdullah bin 'Abbâs (w.68H), 'Abdullah bin as-Sâib al-Makhzûmî (w.68H). Namun diantara mereka juga ada sahabat yang keluar dari Madinah untuk berjuang bersama yang lain. Pada masa khalifah Abû Bakar dan 'Umar dengan berkembangnya Islam ke negeri lain, dibutuhkan banyak tenaga yang mengajarkan Islam kepada penduduk setempat.

 

Diantara sahabat Nabi yang mempunyai peran dalam penyebaran al-Qur'an di negeri lain seperti Iraq adalah 'Abdullah bin Mas'ûd (w.32H) yang diperintahkan Khalifah 'Umar untuk mengajar di negeri Kufah. Di Iraq juga ada sahabat 'Alî bin Abî Thâlib (w.40H) dan di kota Basrah ditempatkan sahabat Abû Mûsa al-'Asy'arî (w.44H). di Syiria atau Syam ada Mu'âdz bin Jabal (w.18H) yang mengajarkan al-Qur'an di Palestina. 'Ubâdah bin as-Shâmit(w.34H) mengajar di kota Himsh di Syam dan Abû Dardâ' (w. 32H) mengajar di Damaskus. Mereka-mereka inilah yang mengajarkan Qira'at di sejumlah negeri tersebut.

 

Hasilnya, pada masa Tabi'in banyak yang masyhur dalam bidang qira'at diantaranya, di Madinah ada Ibn al-Musayyab, 'Urwah, Sâlim, 'Umar bin 'Abd al-'Azîz, Sulaimân bin Yasâr, 'Athâ' bin Yasâr, Zaid bin Aslam, Muslim bin Jundab, Ibnu Syihâb az-Zuhrî dan Mu'âd bin al-Hârits.

 

Di kota Mekah mashur ada 'Athâ', Mujâhid, Thâwus, 'Ikrimah, Ibn Abî Malikah, 'Ubaid bin 'Umair dan lainnya. Di kota Basrah ada 'Âmir bin 'Abd al-Qais, Abû al-'Aliyyah, Abû Rajâ', Nashr ibn 'Âshim, Yahya bin 'Ya'mar, Jâbir bin Zaid, al-Hasan al-Bashri, Ibn Sîrîn, Qathâdah dan selainnya. Di kota Kufah ada 'Alqomah, al-Aswad, Masrûq, 'Ubaidah, ar-Rabi' bin Khaisam, al-Harist bin Qais, 'Umar bin Syarahbîl, 'Umar bin Maimûn, Abû 'Abd ar-Rahman as-Salma, Zirr bin Hubais, 'Ubaid bin Fadhlah, Abû Zur'ah bin 'Amr, Sa'îd bin Jubair, an-Nakha'I, as-Sya'bî dan lain-lain. Sedangkan di Kota Syam, ada al-Mughîrah al-Makhzûmi dan Khâlid bin Sa'îd murid dari Abû Dardâ'. 

 

Kodifikasi mushaf yang dilakukan pada era Khalifah 'Usmân yang diketuai pengerjaannya oleh Zaid bin Sâbit, tidak serta merta menghentikan munculnya variasi bacaan al-Qur'an. Seiring berjalannya waktu, variasi bacaan semakin beragam dan bahkan tidak terkontrol. Fenomena munculnya variasi bacaan yang semakin beragam ini muncul setelah kekhalifahan 'Usmân hingga memasuki awal-awal abad ke 4 Hijriah. Pada masa inilah, persisnya pada tahun 322 H, Khalifah 'Abbasiah lewat dua menterinya Ibnu 'Îsa dan Ibnu Muqlah memberikan mandat pada Ibnu Mujâhid (w. 325 H /937M) untuk melakukan penertiban.

 

Kebijakan ini sendiri diambil, karena bacaan-bacaan yang muncul nampak semakin liar. Ibnu Mujâhid sendiri merupakan seorang pakar Qira'at dan ilmu-ilmu al-Qur'an yang bekerja pada pemerintah 'Abbasiah. Pihak pemerintah merasa prihatin dengan banyaknya versi bacaan al-Qur'an yang beredar. Bahkan dalam kitab I'jaz al-Qira'at al-Qur'aniah, Sabari al-Asywah, menyebutkan bahwa bacaan-bacaan yang beredar kala itu mencapai 50 variasi bacaan.

 

Pada selanjutnya, Ibnu Mujâhid membandingkan semua bacaan yang berjumlah puluhan, setelah itu ia menyeleksi dan memilih tujuh varian bacaan dari para Qurra' ternama dari berbagai penjuru kota, yakni dari kota Madinah dipilih Nâfi' (w.199H/841M), Makkah dipilih Ibnu Katsîr (w. 120H/738), dari Bashrah dipilih Abû 'Amr (w. 150H/771M), dari Syam dipilih Ibnu 'Âmir (w. 118H/736M) dan dari Kufah dipilih tiga orang, 'Âshim (w. 127H/745M), Hamzah (w. 156H/773M) dan al-Kisâ'I (w. 189H/805M). Dalam disiplin ilmu Qira'at, memang tujuh bacaan inilah yang dianggap memiliki kualitas periwayatan yang sahih dan dapat dipertanggung jawabkan. Selain tujuh Qira'at ini, ada lagi Qira'at yang lain, yakni Qira'at sepuluh (al-Qirâ'ah al-'Asyrah), Qira'at empat belas (al-Qirâ'ah al-'Arba'ah al-'Asyr), bahkan sampai puluhan Qira'at.

 

Istilah Qira'at Sab'ah menjadi semakin kokoh dan masyhur dengan munculnya kitab Taysîr karya Abû 'Amr ad-Dâni (w. 444H/1052M). yang menonjol dari kitab ini adalah penyederhanaan rawi dari setiap imam dengan mengambil hanya dua rawi, padahal rawi setiap imam biasanya berjumlah puluhan, bahkan ratusan.

 

Para periwayat imam tujuh yang Masyhur ialah : [1] Qâlun (w. 220H / 835 M) dan Warsy (w. 197H / 813 M), yang meriwayatkan dari Nâfi', [2] Qunbul (w. 291H / 904M) dan al-Bazziy (w. 250H / 864M), meriwayatkan dari Ibnu Katsîr, [3] ad-Dûriy (w. 246H / 860M) dan as-Sûsiy (w. 261H / 875M), meriwayatkan dari Abû 'Amr, [4] Hisyâm (w. 245H / 859M) dan Ibnu Dzakwân (w. 242H / 856M), meriwayatkan dari Ibnu 'Âmir, [5] Syu'bah (w. 193H / 809M) dan Hafsh (w. 180 H / 796M), meriwayatkan dari 'Âshim, [6] Khalaf (w. 229H / 844M) dan Khallâd (w. 220 H / 835M), meriwayatkan dari Hamzah, [7] Abû al-Hârits (w. 240H / 840 M) dan ad-Dûri al-Kisâ'I (w. 246H / 860M), meriwayatkan Qira'at dari al-Kisâ'i.

 

Pembakuan dan praktek tujuh variasi bacaan ini terus berjalan dalam sejarah peradaban Islam. Namun seiring roda waktu berjalan, pelestarian dalam bentuk bacaan pada tujuh Qira'at ini tidak merata di dunia Islam dan tidak mencakup seluruh imam yang sudah dibakukan dalam bentuk tulisan. Dari tujuh imam Qira'at yang ada, hanya empat imam saja yang Qira'atnya eksis dipraktekkan oleh umat Islam. Keempat imam adalah Nâfi', Abû 'Amr, Ibnu 'Âmir dan 'Âshim (dengan dua perawinya masing –masing). Dari empat imam ini, hanya satu imam yang bacaannya paling banyak dan mendominasi seluruh bacaan umat Islam di seluruh pelosok dunia, yakni Qira'at 'Âshim. Masih begitu, dari Qira'at imam 'Âshim ini pun, hanya riwayat Hafsh saja yang eksis. Sementara riwayat Syu'bah tidak.

 

Untuk menjaga eksisitensi bacaan Qira'ah Tujuh ini dan qira'at-qira'at lainnya, banyak dikarang kitab tentang Qira'ah ini dan dibuat halaqah talaqqi pengajaran al-Qur'an. Walaupun para pengkajinya dapat dikatakan sangat minim, paling tidak, bacaan Qira'ah Sab'ah ini masih eksis sampai sekarang di tangan para Ahlinya.

 

Pada dekade tujuh puluhan muncul Institut perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) dan Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) di Jakarta, yang khusus mengajarkan Ulumul Qur'an termasuk di dalamnya ilmu Qira'at. Ilmu Qira'at semakin dikenal di Indonesia setelah komisi Fatwa MUI dalam sidangnya tanggal 2 Maret 1983 memutuskan bahwa : [1]. Qira'at Sab'ah adalah sebagian ilmu dari 'Ulumul Qur'an yang wajib dikembangkan dan dipertahankan eksistensinya, [2]. Pembacaan Qira'at tujuh dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah (yang telah talaqqi dan musyafahah dari ahli Qira'at). Dan sejak tahun 2002, tepatnya pada Seleksi Tilawahil Qur'an (STQ) di Mataram Nusa Tenggara Barat, Qira'at al-Qur'an termasuk salah satu cabang yang ikut dimusabaqahkan dan terus berjalan sampai sekarang ini.

 

Bahkan jauh sebelum itu, Majmaul Buhus (lembaga riset) al-Azhar Cairo dalam muktamrnya tanggal 20-27 April 1971 telah memutuskan bahwa Qira'at al-Qur'an itu bukanlah hasil ijtihad, melainkan tauqifi (ketentuan Tuhan) yang berpegang pada riwayat-riwayat yang mutawatir. Muktamar mendorong dan menggalakkan para pembaca al-Qur'an agar tidak hanya membaca qira'at Hafs saja, demi untuk menjaga qira'at-qira'at yang lain yang telah diyakini kebenarannya agar jangan terlupakan dan musnah. Muktamar juga menghimbau seluruh Negara-negara Islam agar menggalakkan mempelajari Qira'at ini di lembaga-lembaga pendidikan khusus yang dikelola para pakar ilmu qira'at yang terpercaya keahliannya.

 

Di Indonesia, Kyai Arwani Amin dapat dikatakan satu-satunya ulama Indonesia yang menyusun sebuah kitab tentang Qira'ah Sab'ah utuh tiga puluh juz dan proses pengajarannya juga dipraktekkan di pesantren Yanbu'ul Qur'an yang beliau dirikan dan pimpin. Menurut DR. Ahsin, tidak diketahui secara persis kapan Qira'at Sab'ah mulai masuk ke Indonesia. Akan tetapi ada sebagian pendapat bahwa Qira'at Sab'ah masuk ke Indonesia baru sekitar awal abad kedua puluh hijriyyah, yaitu setelah banyaknya pelajar Indonesia yang mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Ulama yang memprakarsai masuknya ilmu Qira'at di Indonesia salah satunya adalah Syaikh Muhammad Munawir bin Abdullah Rasyid dari Krapyak Yogyakarta. Syaikh Munawir mempelajari ilmu Qira'at dari Hijaz. Kemudian sepulangnya dari sana, beliau mendistribusikan ilmu qira'at ini kepada murid-muridnya. Salah satu muridnya yaitu Syaikh Arwani Amin dari Kudus, yang kemudian menyusun buku tentang Qira'at Sab'ah yaitu Faidh al-Barakât fi Sab' al-Qirâ'at". Buku ini telah mashur di kalangan pesantren-pesantren Indonesia yang mempelajari Qira'at Sab'ah.

 

Pemilihan kajian kitab ini sangat jelas, yaitu karena kitab ini satu-satunya kitab Qira'ah Sab'ah yang ditelorkan ulama asli Indonesia yang utuh tiga puluh juz al-Qur'an. Dan pesantren Yanbu'ul Qur'an mempunyai beberapa faktor yang layak menjadi pilihan kajian; pertama, pesantren ini sebagai basis pesantren Tahfidz al-Qur'an dan Qira'ah Sab'ah. Kedua; pesantren ini mempresentasikan metode dan sistematika pengajaran Qira'ah Sab'ah. Ketiga; pesantren ini memiliki transmisi sanad Qira'at.

 

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, kiranya sangat menarik untuk menjadikan kitab karya Kyai Arwani Amin sebagai bahan kajian. Penelitian ini diberi judul : Kitab Faidh al-Barakât Kyai Arwani (Metodologi Penyusunan Dan Pengajarannya Di Pondok Yanbu' Kudus)

 


B. Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian

 

Dari paparan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji lebih dalam yang selanjutnya akan dicari jawabannya, yaitu :

1. Bagaimana sejarah kelahiran dan perkembangan Qira'ah Sab'ah?

2. Bagaimana metodologi yang digunakan Kyai Arwani dalam menyusun kitab Faidh al-Barakât?

3. Bagaimana metode pengajaran kitab Faidhul Barakat di pesantren Yanbu'ul Qur'an Kudus?

 


C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

 

Penelitian ini ditujukan untuk memahami tentang macam-macam Qira'at, terutamnaya Qira'at Sab'ah, kesejarahan Qira'at. Stressingnya kajian ini adalah memahami metodologi yang digunakan dalam kitab Faidh al-Barakât dan juga bagaimana metode talaqqi musyafahah dalam mentransformasikan kitab tersebut di pesantren Yanbu'ul Qur'an Kudus.

 

Karena penelitian tentang qira'ah sab'ah tidak bisa dilepaskan dari hadis tentang unzila al-Qur'ân 'Ala Sab'ah ahruf, jadi penelitian ini akan menyentuh, paling tidak dua aspek keilmuan sekaligus, yaitu kajian hadis-hadis Nabi yang merupakan bagian dari ulumul hadis dan tentang ilmu Qira'at sebagai bagian dari Ulumul Qur'an.

Penelitian juga diharapkan menambah khazanah keilmuan islam pada umumnya, dan khususnya kajian tentang ilmu qira'at sebagai bagian dari ulumul Qur'an. Bagi penulis khususnya dan Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Ilmu al-Qur'an Jakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan input yang baik. Bagi lembaga pesantren Tahfidz dan qira'at, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka untuk lebih dalam mengkaji seputar al-Qur'an dan Qira'at.

 


D. Kajian Kepustakaan

 

Sejauh yang peneliti pahami, bahwa kitab Faidh al-Barakât ini belum ada yang mengkaji secara ilmiyyah tentang metode penulisan dan pengajarannya. Walaupun kitab ini sangat masyhur di kalangan pesantren-pesantren Tahfidz al-Qur'an di Indonesia, tapi belum ada yang menyentuhnya dalam kajian ilmiah akademik. Disamping itu, seperti diketahui bersama bahwa penelitian tentang Qira'at Sab'ah ini memang sangat minim di Indonesia, bahkan di seluruh dunia Islam.

Untuk mengkaji kitab ini, penulis akan membandingkan dan menela'ah kitab-kitab tentang ilmu Qira'at yang telah dikarang oleh para Ulama sebelumnya. Terutama kitab matan Syatibiyyah karya Imam Syatibi dan kitab-kitab syarahnya, kitab Ibnu Mujâhid, Ibnu al-Jazari, Abû 'Amr ad-Dâni dan kitab-kitab dari ulama lain yang disusun berkenaan dengan ilmu Qira'at.

 

Disamping kitab-kitab karya ulama diatas, penulis juga menggunakan buku karya para ulama Indonesia yang mengkaji tentang Qira'at, terutama sekali karya-karya keluaran dari PTIQ dan IIQ sebagai basis ilmu al-Qur'an dan ilmu Qira'at.

 

Terutama sekali penulis akan mengkaji, mengamati, memahami secara seksama dan komprehensif kitab Faidh al-Barakât yang menjadi bahan kajian ini sendiri. Ini agar supaya penelitian menjadi berbobot, mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, tidak hanya menjadi kajian yang asal jadi dan dangkal.

 


E. Metodologi Penelitian

 

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran secara keilmuan. Menurut Guba dan Lincoln yang dikutip Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa penelitian terbagi atas beberapa paradigma dan setiap paradigm mempunyai teknik-teknik inti, pokok dan jenis kebenaran yang diperolehnya.

 

Penelitian ini bersifat studi pustaka (Library research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan pustaka atau literature-literatur kepustakaan sebagai sumber tertulis, dengan teknik pengumpulan data mengadakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang relevan dan berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

 

Agar supaya mendapatkan kesimpulan-kesimpulan dari soalan-soalan  pokok permasalahan yang ditawarkan, maka penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode sebagai berikut :

 

 

Pengumpulan data

 

Untuk pengumpulan data, penulis menggunakan teknik melihat langsung ke kitab-kitab yang menjelaskan tentang qira'at yang dapat diakses, seperti kitab-kitab yang disebutkan diatas. Karya Ibnu Mujâhid, Abû 'Amr ad-Dâni, al-Jazari dan lain sebagainya.

 

Khusus rujukan hadis-hadis yang ada tentang Sab'ah Ahruf, penulis juga akan merujuk langsung ke kitab aslinya masing-masing. Misalnya langsung ke shahih al-Bukhâri atau Shahih Muslim dan kitab-kitab babon rujukan asli hadis. Tapi mungkin juga penulis akan merujuk dahulu ke kitab-kitab indeks hadis, seperti kitab Mu'jam Mufahros, Muhammad al-Sa'îd bin Baisûni Zaghlûl, Mausû'ah Athrâf al-Hadîts al-Syarîf dan kitab-kitab indeks hadis yang lainnya.

 


Wawancara

 

Teknik wawancara ini khusus penulis lakukan dalam mengisi tentang biografi kyai Arwani, tentang kitab Faidh al-Barakât dan tentang pondok Yanbu'ul Qur'an Kudus.

 

Juga untuk mengisi tambahan sejarah ilmu qira'at, penulis juga akan mewawancarai ahli-ahli qira'at di kampus IIQ yang merupakan basis para aktifis dan para ahli ilmu qira'at.

 


F. Tekhnik Penulisan

 

Tekhnik penulisan tesis ini, ditulis menggunakan buku "Pedoman Akademik Program Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) Jakarta, konsentrasi Ulumul Qur'an dan Hadis, Ilmu Syari'ah dan Ilmu Tarbiyah Tahun 2011-2015". Dalam system transliterasi, penulis juga menggunakan buku pedoman akademik IIQ ini juga.

Pada umumnya terjemahan al-Qur'an, penulis menggunakan al-Qur'an dan terjamahan yang disusun departemen agama RI. Untuk sumber yang berbahasa arab, hadis, pendapat ulama, dan penukilan-penukilan yang lain, penulis mengerjakannya secara mandiri, kecuali kalau sudah terdapat terjemahan, penulis merujuknya sebagai bahan perbandingan. 

 


G. Sistematika Penulisan

 

Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian, maka kajian ini dibagi atas lima bab, masing-masing terdiri dari sub-sub bab sebagai berikut:

Bab pertama pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian kepustakaan, metodologi penelitian, tekhnik penulisan dan sistematika penulisan.

Bab kedua biografi Kyai Arwani Amin, meliputi riwayat hidup, aktifitas keilmuan, karya- karyanya dan profil Pondok pesantren Yanbu'ul Qur'an.

Bab ketiga aspek kesejarahan Qira'at, meliputi definisi Qira'ah Sab'ah, sejarah dan perkembangan Qira'ah Sab'ah, turunnya al-Qur'an 'ala sab'ati Ahruf, pandangan Orentalis tentang Qira'ah Sab'ah, faedah variasi bacaan al-Qur'an, macam-macam bacaan, kaidah ushuliyyah dan farsyul huruf.

Bab keempat metodologi kitab Faidh al-Barakât dan metode pengajarannya di pondok pesantren Yanbu'ul Qur'an kudus.

Bab kelima Penutup, meliputi kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran.

 

 

Tesis

Caleg Pilihan Radar Banten

Caleg Waringinkurung Serang

Caleg Kramatwatu Serang

Caleg Bojonegara Serang

Caleg Pulo Ampel Serang

Caleg Gunungsari Serang

DPRD Kabupaten Serang

DPRD Serang

DPRD Serang Banten

Jual domain murah


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Comments