Pemahaman dan Hukum Azan dan Iqamah
1. Azan
Menurut bahasa berarti: Pemberitahuan tentang sesuatu.
Firman Allah
Ta'ala,
"Dan (inilah)
suatu pemberitahuan dari Allah Rasul-Nya." (QS. At-Taubah: 3)
"Aku telah
menyampaikan kepada kamu sekalian (ajaran) yang sama (antara kita)." (QS.
Al-Anbiya: 109)
Maksudnya aku beritahukan kalian maka kita sama-sama mengetahui. (Lihat An-Nihayah
fi gharibil hadits, Ibnu Atsir, Bab Al-Hamzah ma'adz-Dzal, 1/34, Al-Mughni, Ibnu
Qudamah, 2/53)
Sedangkan menurut syariat, azan berarti: Pemberitahuan tentang waktu shalat
dengan redaksi khusus sebagaimana telah ditetapkan syariat. (Lihat Al-Mughni,
Ibnu Qudamah, 2/53, At-Ta'riifaat, Al-jurjani, hal. 37, Subulus-Salam, Ash-Shan'ani,
2/55)
Dinamakan demikian karena seorang yang azan (mu'azin) memberitahukan orang lain
tentang masuknya waktu shalat.
Azan kadang juga disebut dengan istilah An-Nida (panggilan), karena mu'azin
memanggil mengajak orang untuk shalat. (Syarhul-'Umdah, Ibnu Taimiah, 2/95)
Firman Allah
Ta'ala:
"Dan apabila
kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya buah
ejekan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang
tidak mau mempergunakan akal." (QS. Al-Ma'idah: 58)
"Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah." (QS. Al-Jumu'ah: 9)
2. Iqamah
Dari segi bahasa merupakan bentukan dasar (mashdar) dari kata agama, yaitu
menegakkan sesuatu. Sedangkan menurut syariat, iqamah adalah pemberitahuan akan
ditunaikannya shalat wajib dengan redaksi khusus yang telah ditetapkan syariat.
(Lihat Ar-Raudhul-Murbi', Hasyiyah Ibnu Qasim, 1/428, Asy-Syarhul-Mumti', Ibnu
Utsaimin, 2/36)
Maka jika azan merupakan pemberitahuan masuknya waktu shalat, iqamah adalah
pemberitahuan tentang pelaksanannya. Iqamah dinamakan juga Al-Azan At-Tsani
(azan kedua) atau An-Nida At-Tsani (panggilan kedua). (Lihat, Syarhul-'Umdah,
Ibnu Taimiah, 2/95)
3. Hukum azan iqamah
Hukumnya adalah Fardhu Kifayah bagi kaum laki-laki, tidak bagi wanita, pada
shalat wajib yang lima dan pada shalat Jum'at.
Keduanya
disyariatkan berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan apabila
kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya buah
ejekan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang
tidak mau mempergunakan akal." (QS. Al-Ma'idah: 58)
"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah." (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Dalil dari sunnah adalah sabda Rasulullah saw dalam hadits Malik bin Huwairits:
"Jika telah
datang waktu shalat, maka hendaklah salah seorang di antara kalian
mengumandangkan azan, orang yang paling tua di antara kalian menjadi imam (jika
sama-sama memiliki ilmu keutamaan)." (Muttafaq alaih, Bukhari, no. 628,
Muslim, no. 674)
Sabda Rasulullah saw 'salah seorang dari kalian menunjukkan bahwa azan hukumnya
fardhu kifayah. (Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata: Diperselisihkan tahun
diwajibkannya, namun yang kuat bahwa hal tersebut diwajibkan pada tahun pertama
Hijriah, ada yang berpendapat, Pada tahun kedua (Fathul Bari, 2/78)
Ibnu Taimiah
rahimahullah berkata, "Berdasarkan sunnah yang mutawatir (banyak riwayatnya)
menunjukkan bahwa sejak zaman Rasululullag saw selalu dikumandangkan azan dalam
setiap shalat wajib yang lima, maka umat ini sepakat (ijma) menjadikan hal
tersebut sebagai amal hingga seterusnya". (Sarh Al-Umdah, Ibnu Taimiah,
2/96, lihat fatawa Ibnu Taimiah 22/64)
Yang benar bahwa
azan diwajibkan bagi orang laki, baik ketika menetap, bepergian, seorang diri,
shalat adaa' (pada waktunya), atau qadha bagi orang merdeka atau bidak sahaya (Syekh
Abdul-Aziz bin Baaz, rahimahullah, menguatkan pendapat bahwa azan diwajibkan
bahi orang laki, merdeka atau budak, sendiri atau sedang safar. Saya
mendengarnya ketika beliau menjelaskan kitab Ar-raudgul-Murbi, 1/430, tanggal
30/11/1818H. Lihat Al-Mukhtaaraat Al-Jafiah, As-Sa'dy, hal 37, dan Fatawa Syekh
Muhammad Ibrahim, 2/224, Asy-Syahrul-Mumti, Muhammada bin Shaleh Al-Utsaimin,
2/41)